Rabu, 24 April 2013

WRECK-IT-RALPH – Another Disney’s Masterpiece


Aku bukan termasuk penggemar film-film Disney. Walaupun Pixar sudah dibeli Disney tapi aku tetap tidak begitu menyukai film-film garapan animation studios berlogo istana ini. Terutama karena ide ceritanya relatif sama antara satu film dengan film lainnya, yaitu berkisar tentang putri kerajaan, pangeran tampan, penyihir jahat dan true love kiss. Sejauh ini hanya ada satu film Disney yang benar-benar aku suka dan aku favoritkan, yaitu Bolt. Tapi nampaknya, daftar ini akan makin bertambah panjang seiring kemunculan Wreck-it-Ralph.




Penggemar game arcade pasti bakal suka film ini karena tema utama yang diangkat adalah mengenai game arcade. Tokoh utamanya, Ralph, merupakan badguy alias penjahat dalam game Fix-it-Felix Jr. Dalam game tersebut, Ralph akan menghancurkan sebuah bangunan berisi penuh manusia, lalu Felix datang dan membetulkan kerusakan-kerusakan yang dibuat Ralph. Oiya, dalam film ini, antar karakter dalam sebuah game bisa saling bertemu dengan karakter dari game lain, bahkan masuk ke dalam game lain. Misalnya, Ralph bisa bertemu dengan karakter dari game PacMan dan bahkan masuk ke dalam game tersebut.


Nah, ceritanya berawal saat Ralph sudah bosan dengan predikat badguy yang selama ini disandangnya. Para penghuni Nicefields (tempat tinggalnya dalam game) tidak menyukainya dan bahkan takut padanya. Ralph bahkan tidak tinggal bersama mereka di apartemen Nicefields dan mendapatkan kue seperti yang biasa didapatkan Felix, ia tinggal di tempat pembuangan sampah di seberang apartemen.


Kekesalan Ralph makin menjadi saat peringatan 30 tahun game mereka berdiri. Dia adalah satu-satunya karakter game yang tidak diundang ke peringatan itu. Di lain pihak, Felix bersenang-senang dengan para penghuni Nicefields dalam peringatan tersebut dan mendapatkan kue besar lengkap dengan sebuah medali. Muncul niat dalam diri Ralph untuk mendapatkan sebuah medali juga agar dia bisa diterima oleh teman-temannya.


Ralph pun nekat menyamar sebagai seorang tentara dan masuk ke dalam game Hero’s Duty. Singkat kata ia berhasil mendapatkan medali yang diinginkannya. Namun, sial, ia terlempar ke game Sugar Rush bersama seekor cybug (sejenis monster yang harus dikalahkan oleh para tentara dalam game Hero’s Duty) setelah berhasil mendapatkan medalinya. Tugas Ralph semakin berat saat medali itu jatuh ke tangan Vanellope, salah satu karakter game Sugar Rush yang cacat.


Di tempat lain, karena Ralph menghilang untuk mendapatkan medali maka game Fix-it-Felix Jr dianggap rusak dan kemungkinan besar akan dibuang. Jika hal ini sampai terjadi maka seluruh karakter dalam game harus keluar dan menjadi pengangguran (lucu, ya?). Felix pun memutuskan pergi untuk mencari Ralph. Sementara cybug yang terbawa oleh Ralph ke dalam game Sugar Rush diam-diam telah berkembang biak sangat banyak dan mengancam kehidupan seluruh game arcade di tempat itu.





Film ini sudah sangat memukau sejak awal. Animasinya bagus, detail dan kaya akan warna, terutama di bagian game Sugar Rush (adegan balapan itu bikin aku pengen makan permen!). Jajaran pengisi suara juga berhasil menghidupkan karakter yang mereka perankan. Kesan awal yang sangat baik.


Soal jalan cerita, hmm…Disney harusnya sering-sering menggali ide-ide baru untuk film-film mereka seperti Wreck-it-Ralph ini, bukannya malah meremake film lawas ke dalam format 3D atau bahkan membuat spin-off dari film yang jelas-jelas anjlok di pasaran. Aku suka banget dengan jalan ceritanya yang baru dan original.





Sebenarnya nggak banyak yang bisa aku katakan untuk mereview Wreck-it-Ralph, karena film ini sudah merupakan a whole package yang nyaris sempurna. Perpaduan antara aksi yang seru, humor yang pas dan konflik yang terbangun sempurna hingga twist ending yang bener-bener nggak terduga, menjadikannya salah satu film animasi terbaik 2012, bahkan salah satu film animasi terbaik yang pernah aku tonton.



So, aku nggak akan ragu untuk memberinya nilai 9/10. WAJIB nonton kalau kalian adalah penggemar game arcade!
 

 

 

HOTEL TRANSYLVANIA – Too Much Repetition!


“Kupikir, hal paling menyedihkan di dunia ini adalah ketika melihatmu pergi. Tapi ternyata, hal paling menyedihkan di dunia ini adalah ketika melihatmu tidak bahagia.” [Count Dracula]




Count Dracula adalah seorang dracula yang sangat mencintai putri semata wayangnya, Mavis. Saking cintanya, Drac sampai membangun sebuah puri mewah supaya Mavis bisa tinggal di dalamnya dan tidak akan diketahui keberadaannya oleh para manusia. Puri mewah itu juga bisa digunakan sebagai tempat singgah para monster dan hantu lain. Drac menyebutnya Hotel Transylvania.


Ratusan tahun telah berlalu sejak pembangunan Hotel Transylvania selesai. Kini Mavis berusia 118 tahun dan Drac ingin mengadakan pesta ulang tahun yang sangat berkesan untuk Mavis. Ia mengundang banyak teman-teman monster dan hantu lain ke hotelnya. Di usia ini juga, Drac berjanji akan membiarkan Mavis keluar hotel untuk melihat manusia dari dekat. Mavis sangat senang karena ini adalah kali pertamanya ia keluar hotel.


Namun, tanpa sepengetahuan Mavis, semua manusia dan desa yang dilihatnya sebenarnya hanyalah rekaan saja. Drac membayar banyak zombie untuk berpura-pura menjadi manusia dan membangun desa palsu. Hal ini supaya Mavis tidak lagi dekat-dekat dengan manusia. Drac sangat menjaga Mavis dari manusia karena menurutnya manusia adalah “the real monster”. Manusia jugalah yang dulu telah membunuh Martha, istri Drac, ketika Mavis masih bayi.


Rencana Drac nyaris berhasil. Mavis tidak menyukai manusia dan tidak akan berusaha untuk mendekati mereka lagi. Tapi, di luar dugaan, seorang anak manusia bernama Jonathan menyelinap masuk ke dalam Hotel Transylvania! Drac berusaha sebisa mungkin mengusir Jonathan dari Hotel dan menjauhkannya dari Mavis. Namun apa daya, Mavis telah jatuh cinta pada Jonathan…



Film ini bergenre drama keluarga, tidak terlalu banyak membutuhkan adegan aksi berlebihan. Tapi sayangnya, Sony Pictures tampaknya menerapkan strategi yang salah untuk Hotel Transylvania.


Ada terlalu banyak adegan aksi dan humor yang dibikin terlalu berlebihan. Memang sih adegan-adegan itu sukses bikin ngakak, tapi sayang beberapa diantaranya sama sekali tidak mendukung jalan cerita, cenderung hanya sebagai pemanis saja. Sony tampaknya kurang percaya diri dengan jalan cerita Hotel Transylvania (yang sebenarnya sudah bagus) sehingga mereka menambahkan terlalu banyak repetisi yang pada akhirnya justru menenggelamkan jalan ceritanya. Aku sendiri lebih menikmati aksi-aksi dan humor-humor kocak dalam Hotel Transylvania daripada jalan ceritanya sendiri.


Iya sih, film ini lucu dan menghibur. Cocoknya ditonton untuk melepas penat di akhir pekan karena memang hampir tidak ada twist mengejutkan sepanjang durasinya. Kredit khusus kuberikan untuk satu adegan menjelang akhir yang jelas-jelas menyindir The Twilight Saga. Haha, bahkan penggambaran drakula di film anak-anak jauh lebih bagus ketimbang Twilight!


Berita terbaru sih, film ini bakal disekuelkan pada 2014 mendatang. Aku harap Sony bakal lebih fokus ke pengembangan plot dan membuang tambahan aksi atau humor yang tidak terlalu penting. Kalau bisa sih, nyindir Twilightnya lebih kejam lagi, haha.



So, nilai yang kuberikan untuk Hotel Transylvania, mentok di 7,5/10 saja.
 

 

RISE OF THE GUARDIANS – “The Avengers” Versi Kartun


Entah ini cuman perasaanku saja atau memang benar belakangan ini Hollywood seperti punya tren njiplak, yah??


Sejak The Batman Begins rilis sebagai reboot alias prekuel Batman, tiba-tiba muncul The Amazing Spiderman, X-Men First Class, Superman Return hingga Monsters University. Production house lain berlomba-lomba mengeluarkan film-film prekuel dari franchise yang sebelumnya sempat melegenda.


Belum habis tren prekuel, lalu muncul tren “pecah dua”. Tren ini berlaku sejak rilisnya Harry Potter and the Deathly Hallows. Walaupun novel terakhir ini hanya terdiri dari satu jilid namun Warner Bros memutuskan untuk memecahnya menjadi dua bagian. Segera setelah perilisannya, muncul kabar kalau Breaking Dawn dan Mockingjay juga akan dipecah menjadi dua bagian.


Kemudian, ada lagi tren trilogi. Yeah, trilogi memang bukan hal baru sih. Tapi belakangan ini banyak loh film-film Hollywood yang direncanakan akan rilis dalam bentuk trilogi. Sebut saja The Amazing Spiderman, X-Men First Class hingga On Stranger Tides yang “katanya” juga akan menjadi awal dari sebuah trilogi baru. Jangan lupakan pula The Hobbit!


Lalu, tren apa lagi? Sejauh ini sih aku melihat ada satu tren lagi. Yaitu tren menggabung-gabungkan beberapa tokoh fiksi dari film-film berbeda di bawah judul yang sama. Pasti tau The Avengers, kan? Marvel berhasil mempertemukan Black Widow, Iron Man, Thor, Captain America dan Hulk untuk berpetualang bersama mengalahkan Loki. Film terlaris sepanjang 2012 ini nampaknya sukses mempengaruhi DreamWorks Animation dan Sony Pictures untuk membuat versi animasinya. Bukan cuman aku aja kan yang berpendapat kalau Rise of the Guardians tampak seperti versi kartun The Avengers? Belum lagi perpaduan antara Count Dracula, Frankenstein, Werewolf dan berbagai macam monster lainnya dalam Hotel Transylvania.


Oke, back to topic. 


Rise of the Guardians menceritakan tentang sekumpulan makhluk dongeng seperti Santa Claus (dalam film dia dipanggil North), Peri Gigi, Sandman dan Easter Bunny yang berkumpul karena North mencium adanya bahanya. Pitch, makhluk dongeng yang jahat, kembali datang dan ingin menyedot kebahagiaan anak-anak sehingga mereka tidak akan percaya lagi pada North dan kawan-kawannya. Jika itu sampai terjadi, maka North dkk akan kehilangan kemampuannya, karena kekuatan mereka bergantung pada rasa percaya anak-anak.


Disinilah, takdir memilih satu pahlawan lagi untuk membantu mereka melawan Pitch.


Diluar dugaan, “pahlawan” baru yang terpilih adalah Jack Frost yang selama ini dikenal bandel dan suka menjahili anak-anak, instead of melindungi mereka. Belum lagi Jack Frost pernah bermasalah dengan Easter Bunny pada masa lalu. Namun karena ini sudah takdir, maka Jack Frost pun dibawa ke hadapan North dan dimintai bantuan untuk melawan Pitch.


Jack Frost awalnya menolak. Tapi, Jack yang penasaran akan masa lalunya, mengetahui bahwa jika ia bisa mengalahkan Pitch maka ia akan diberi ingatan mengenai masa lalunya. Jack pun sepakat untuk bergabung melawan Pitch.


Mampukah gabungan para pahlawan ini bersatu mengalahkan Pitch dan mengembalikan rasa percaya anak-anak pada mereka? Saksikan selengkapnya dalam Rise of the Guardians.



Apa ini cuman perasaanku saja atau memang DreamWorks SELALU setengah-setengah dalam membuat film? Animasinya memang bagus dan lembut, tapi hanya untuk karakter Jack Frost saja (mengingat dia adalah pemeran utama). Karakter lain tampak tidak diberi kesempatan oleh kru animator untuk tampil cemerlang dalam balutan animasi yang sama-sama lembut dan bagusnya. Apakah karakter North dieksplor seperti Ralph dalam Wreck-it-Ralph? Engga. Apakah bulu-bulu di badan Easter Bunny dikembangkan seperti Sully dalam Monsters Inc? Engga. Apakah Pitch, Sandman, Peri Gigi…ah, engga juga. Hanya karakter Jack Frost yang bersinar dan memukau sepanjang film.


Belum lagi masalah keterkaitan emosi antar tokoh. Hal ini tampak tidak dibangun secara sempurna. Kedekatan North dengan Peri Gigi dan Sandman, sampai perselisihan antara Easter Bunny dan Jack Frost nyaris tidak terasa. Mereka lebih seperti sekumpulan pahlawan yang kebetulan bertemu lalu jalan bareng, bukannya sekumpulan pahlawan yang berteman erat dan bekerja sama melawan musuh.


Lalu, masalah plot. Sudah dijelaskan kan tadi di awal kalau alur cerita film ini mirip The Avengers. Jika Marvel berhasil mempertemukan Black Widow, Iron Man, Thor, Captain America dan Hulk untuk melawan Loki maka DreamWorks juga melakukan hal serupa pada Rise of the Guardians. Beberapa pahlawan dari dongeng berbeda disatukan untuk melawan musuh yang sama. Jadi, bisa dibilang kalau ide film ini tidak original.




Overall sih nggak jelek-jelek amat. Ini DreamWorks. Mereka lebih mengutamakan dubber-dubber keren untuk mendongkrak penjualan daripada bergantung pada jalan ceritanya sendiri (apa kabar Hugh Jackman dan Jude Law?). Adegan aksi di beberapa bagian film memang cukup memorable, tapi sayang tidak bisa digunakan untuk menyelamatkan film ini secara keseluruhan. Belum lagi endingnya yang terkesan terlalu terburu-buru ingin cepat selesai, padahal DreamWorks punya banyak cara untuk mengakhiri film ini tanpa harus memaksakan diri.



Yeah…so, nilai plus-ku untuk film ini hanya berlaku untuk visualisasinya yang keren. Selebihnya, maaf, masih banyak yang lebih baik. 7,2/10.
 

 

 

Kamis, 18 April 2013

Jadi, begini ceritanya...

Dulu, duluuuu banget, sebelum negara api menyerang, aku pernah punya blog. Bahkan sempat berkali-kali ganti nama blog yang sesuai dengan kepribadianku yang kemungkinan besar ganda ini. Dan, sempat ada satu nama blog yang aku pakai lumayan lama, bertahan beberapa bulan setelah Ujian Nasional SMA. Namanya moviemoe.blogspot com (plis jangan ketawain pilihan namanya). Blog ini isinya review film-film yang pernah aku tonton. Lama-lama isinya berkembang menjadi berita-berita seputar film dan juga teknologi-teknologi yang digunakan dalam film. Aku sempet bangga loh sama blog moviemoe itu.

Tapi, takdir berkata lain *backsound suara air laut memecah karang di pantai*. Umur blog itu bahkan lebih muda dari usia hubungan asmara Taylor Swift dan Harry Styles. Aku kan orangnya bosenan, jadi lama-lama blog itu semakin nggak menarik. Aku lebih suka nulis review film di facebook. Blog-ku pun berdebu. Berbulan-bulan tak tersentuh tangan, postingan basi semua, dan bener-bener nggak pernah aku buka. Sampai suatu hari...


Blog itu berpindah tangan ke orang lain. Bukan sembarang orang pastinya. Jadi, bulan Februari 2011 kemarin aku dijadikan salah satu admin di fanpage fans film box office. Kebetulan, para sesepuh admin disana sedang berencana mau membuat blog fp yang isinya khusus memuat seputar film. Jadi, aku sodorkan aja blog-ku yang udah berdebu nggak keruan itu. Untung mereka mau nerima, dan sejak itu blog-ku ganti nama menjadi...eh, menjadi apa, ya? Lupa. Ntar deh aku cariin.


Kebetulan, barusan aku dapet tugas mata kuliah Teknologi Komunikasi. Tugasnya keren loh, kita disuruh bikin blog dan harus ada postingan baru minimal dua postingan dalam minggu ini. Seenggaknya tugas ini berhasil bikin aku nostlagia bareng interface blogger duluuuuuu banget pernah jadi kegemaranku. Nostalgia bareng kode HTML untuk template blogger yang unyu-unyu (eh, ganti template caranya gimana sih?? lupa -_____-).


Jadi, mohon maklum kalau blog ini masih berantakan dan templatenya norak. Postingannya juga belum ditata rapi.


Oh ya, masalah nama blog, aku udah berusaha semaksimal mungkin memilih nama yang unyu, tapi entah mengapa hasilnya malah gini. Unyu, nggak, sih?? Anggap aja unyu, ya. Dan masalah postingan, sebagian postingan itu dicopas dari review film terdahulu yang pernah aku tulis di facebook, jadi maklumin aja kalau nantinya jarak per postingan cuma sekian menit (ya iyalah tinggal copas). Eitsss...tapi semua review yang aku tulis ini hasil tulisan aku sendiri, loh! Walaupun berantakan dan memiliki kecenderungan norak, tapi seenggaknya aku nggak nyuri review orang lain.



Eh, lupa. Belum perkenalan ^__^


Namaku Wahyu Tri Utami. Dan aku CEWEK. Plis deh masa orang luar negeri aja ngira aku ini cowok T^T. Kurang feminim apa lagi, coba? Rok udah panjang, kerudung udah lebar, hiksss...
Selain di blog, kalian juga bisa ketemu aku di facebook, twitter dan kaskus. Email juga bisa. Ketemu langsung juga bisa. Coba aja panggil nama aku di depan cermin 3 kali. Kalau aku nggak keluar, ganti namaku jadi Bloody Mary. Sebut tiga kali di depan cermin. Semoga berhasil ^__^

***

Segitu aja deh ya perkenalannya. Sengaja dibikin panjang karena nantinya blog ini nggak akan membahas hal lain selain review, review dan review. Enjoy! Dan jangan lupa tinggalkan jejak di tiap postingan, yah. Semakin banyak jejak, bakal semakin panjang umur blog ini.